Sempat Dianggap Punah, Lebah Raksasa ini diTemukan Kembali Di Maluku Setelah 40 Tahun Menghilang
Jenisajatitik - Lebah
raksasa Wallace (Megachile pluto)
terakhir kali terlihat hidup di sebuah pulau di Indonesia pada 1981. Menurut
laporan, serangga yang ukurannya jauh lebih besar dibanding lebah madu Eropa
itu tak pernah menampakkan diri lagi, tapi sekarang sekelompok tim ilmuwan
telah menemukannya di Maluku Utara.
Lebah Wallace berukuran sangat besar.
Panjang tubuhnya bisa mencapai empat sentimeter, sementara lidahnya bisa
sepanjang tiga sentimeter. Namun, hampir 40 tahun berlalu tak ada lagi yang
mendengar atau pun melihat jejaknya di alam liar. Sebab itu, menemukan jejak
kehidupan lebah raksasa Wallace adalah sesuatu yang sangat dinanti dan menjadi
tantangan sendiri bagi para ilmuwan juga pecinta serangga.
Pengalaman mengesankan itu
setidaknya dirasakan oleh Clay Bolt, seorang fotografer yang menjadi bagian
dalam tim kecil pencarian lebah Wallace. "Sangat menakjubkan melihat
serangga terbang “bulldog” yang selama ini dianggap sudah tidak ada. Dan kami
ingin mencari bukti nyatanya di alam liar," kata Bolt. Pencarian tim kecil
itu membuahkan hasil ketika Bolt dan timnya menemukan sarang rayap di pohon.
Menurut mereka, itu adalah rumah yang sangat disukai lebah raksasa.
Melansir
NPR, Kamis (21/2/2019), lebah betina raksasa membuat terowongan dan sarang di
pohon dengan resin atau getah kayu. Mereka menciptakan ruangan sendiri yang
jauh dari rayap. "Spesies ini benar-benar besar dan sangat cantik. Saya
mendengar suara kepakan sayapnya terbang melewati kepala saya, sungguh luar
biasa," ujar Bolt antusias.
Lebah raksasa Wallace difoto oleh Clay Bolt di
luar rumahnya. Spesies yang telah menghilang selama 40 tahun ini ditemukan di
kepulauan Maluku. Lebah raksasa Wallace difoto oleh Clay Bolt di luar rumahnya.
Spesies yang telah menghilang selama 40 tahun ini ditemukan di kepulauan
Maluku. Tim pun memposting video berjudul b-roll (!) untuk menunjukkan
bagaimana gaduhnya suara lebah raksasa Wallace yang terbang dari dalam kandang
kecilnya. Bolt dan timnya menyebut dengungan lebah Wallace mirip lebah madu,
tapi dengan nada lebih tinggi.
Lebah Wallace memang bukan tipe yang suka menampakkan
diri di depan manusia. Buktinya saja, lebah ini pertama kali ditemukan pada
1850-an oleh naturalis Inggris Alfred Russel Wallace dan baru terlihat lagi
pada 1981 di Indonesia. Kemudian ia dianggap punah, tapi kini ditemukan lagi.
"Lebah ini dianggap sudah punah sebelumnya. Saya senang mendengar ada yang
menemukannya dan (kepunahan) itu tidak terjadi,” ujar profesor Dave Goulson
yang mengepalai laboratorium lebah di Universitas Sussex. Pencarian lebah
Wallace Bolt tergabung dalam program bernama Pencarian Spesies yang Hilang dari
Pelestarian Satwa Liar Global. Program ini berlangsung selama lima hari
menyusuri Maluku Utara.
Bolt menyusuri kawasan Maluku Utara bersama dengan
entomolog Universitas Princeton Eli Wyman, seorang profesor biologi dari Universitas
Sydney, Australia Simon Robson, dan seorang profesor di Saint Mary's University
di Kanada Glen Chilton. Keberuntungan sepertinya berpihak pada Bolt dan tim
kecilnya. Sebab, di hari terakhir penelusuran mereka menemukan sarang lebah
Wallace. Menurut pengamatan mereka, lebah Wallace tak hanya memiliki ukuran
tubuh yang besar. Spesies ini ternyata juga memiliki mandibula atau rahang
bawah seperti yang dimiliki kumbang rusa. Selain itu, dia juga memiliki mulut
dan labrum yang besar. Labrum adalah sabuk tulang rawan berbentuk melingkar
yang melingkupi bola dan soket sendi seperti pinggul dan bahu. Fungsinya adalah
untuk meningkatkan kongruensi dan stabilitas sendi.
Pada 1981, entomolog Adam
Catton Messer menggambarkan menyaksikan lebah raksasa Wallace betina
menggunakan rahang bawahnya untuk mengikis resin pohon dan menggunakan labrum
serta mandibula untuk menggulung resin menjadi bola besar yang kemudian
dibawanya ke sarang. "Penemuan lebah Wallace memberi kita beberapa
informasi baru, tetapi kita hampir tidak tahu apa-apa tentang serangga luar
biasa ini," kata Wyman, menggemakan reaksi para pakar lain setelah lebah
terlihat lagi. Goulson berkata, mandibula yang dimiliki lebah Wallace secara
teori mirip lebah tukang yang digunakan untuk membuat bola-bola guna membentuk
sarang. "Namun lebah tukang sama sekali tidak mengesankan dibanding lebah
raksasa Wallace," imbuh Goulson.
Adam Catton Messer sudah menemukan lebah
raksasa di daerah pegunungan di tiga pulau berbeda Maluku Utara. Lokasi
terpencil dan sulit dijangkau tak heran membuat lebah Wallace sulit ditemukan.
Meski begitu, habitat terpencilnya secara tidak langsung mungkin akan
melindungi lebah Wallace dari bisnis perburuan lebah yang menjual spesimen
langka. Bolt dan Wyman mengatakan, kehidupan lebah langka ini perlu dilindungi
dan mendapat perhatian lebih. Terlebih, lebah terbesar di dunia itu menghadapi
ancaman perburuan ilegal dan hilangnya habitat karena lahan diubah menjadi
perkebunan kelapa sawit atau aktivitas lain.
"Meskipun terdapat banyak situs sarang yang
potensial, lebah itu tampaknya jarang," Messer menulis tentang penemuan
kembali pada 1980-an. "Informan lokal belum pernah melihat lebah
sebelumnya. Padahal mereka memiliki julukan o ofungu ma koana yang berarti raja
lebah dan didasarkan pada ukuran tubuhnya". Seperti halnya dengan persepsi
historis lainnya tentang lebah, lebah raja ternyata adalah ratu. Dalam artian,
ukuran lebah betina jauh lebih besar dibanding lebah jantan yang ukurannya
kurang dari tiga sentimeter atau 1 inci.
Sumber: kompas.com
Sumber: kompas.com