Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Biologi klasik sampai nano biologi serta cara mempelajarinya


Sekolah Menengah Pertama adalah pertama kali saya dikenalkan dengan ciri-ciri antara mahluk hidup (benda hidup) dan tak hidup (benda tak hidup). Secara umum perbedaan keduanya terlihat dari aspek reproduksi, metabolism, iritabilitas dan aspek lainnya. Aspek-aspek tersebut di atas tidak ada yang salah dan sudah semestinya demikian. Namun ketika saya mengikuti perkuliahan biologi modern, ada hal yang menarik antara benda hidup dan tak hidup. Bahkan secara substansi, berbedaan tersebut juga terdapat diantara setiap mahluk hidup. Pada tingkatan organisme, system organ, jaringan atau bahkan tingkat seluler, setiap mahluk hidup menunjukkan ciri berbeda antara satu mahluk hidup dengan mahluk hidup lainnya. Sistem organisasi biologi yang lebih spesifik lagi setelah tingkat seluler, mulai muncul garis abu-abu perbedaan antara mahluk hidup dan tak hidup. Pengantar ini hanya sebagai pembuka untuk kita lebih bijak melihat perkembangan ilmu biologi sampai saat ini dan cara mempelajarinya.
Perkembangan ilmu dalam bidang biologi saat ini mengalami perkembangan yang pesat. Hal ini tidak terlepas dari ilmu biologi itu sendiri yang sangat kompleks sehingga dibutuhkan suatu pendekatan yang baik untuk memecahkan setiap masalah yang ada di dalamnya. Sejumlah fenomena yang muncul, biologi dalam kelompok ilmu alam kemungkinan dianggap sebagai suatu bagian ilmu alam yang sederhana dan mudah untuk dipelajari. Namun pada hakikatnya, biologi bukan ilmu yang sederhana. Suatu indikator yang mudah untuk menilai bahwa biologi bukan sebagai ilmu yang mudah yaitu ditandai dengan “mudah untuk bertanya tetapi sulit untuk menjawab”. Contoh: “Berapa jumlah helai rambut yang ada di kepala?” dan masih banyak lagi pertanyaan mudah lainnya dalam bidang biologi namun sulit untuk dijawab. Salah satu contoh di atas menunjukkan bahwa biologi merupakan bidang ilmu yang komplek. Kesulitan dalam memecahkan masalah biologi kemudian dilakukan beberapa pendekatan atau analisis yang diyakini dapat menjawab fenomena-fenomena biologi.
Pendekatan klasik pertama berupa pendekatan “deskriptif” yaitu mendeskripsikan/ menggambarkan setiap obyek biologi yang nampak baik berupa bentuk maupun sifat obyek tersebut, dalam hal ini logika tidak terlalu berperan. Pada tahap ini, ilmu morfologi berkembang pesat. Klasifikasi atau pengelompokan adalah pendekatan berikutnya setelah dalam pendekatan deskriptif ditemukan obyek-obyek biologi yang mempunyai kemiripan dalam hal bentuk dan sifat. Ilmu taksonomi dalam pendekatan ini yang mengalami perkembangan pesat. Adanya pengelompokan akan semakin mempermudah dalam mempelajari obyek biologi. Pendekatan selanjutnya adalah pendekatan komparatif atau membanding-bandingkan antara satu obyek dengan obyek biologi lainnya. Misalnya melihat tingkat kemampuan siswa. Pada tahap ini mulai dibangun “anggapan” terhadap realita yang dilihat, anggapan ini sebagai awal dalam membuat kesalahan untuk menilai obyek yang kompleks. Sejumlah fakta empiris yang menunjukkan bahwa siswa yang sebelumnya di ”anggap” berkemampuan rendah, ternyata sukses dalam hal karier, atau aspek lainnya yang dinilai positif dalam masyarakat. Pendekatan terakhir ini bertahan cukup lama dalam mempelajari obyek biologi (± 100 tahun).
Adanya anggapan atas fenomena yang ditangkap oleh indra manusia terhadap obyek biologi, disatu sisi memang dapat menjadi awal kesalahan yang dilakukan oleh pihak yang mengamati. Namun sisi lainnya bahwa penetapan anggapan seperti yang dicontohkan sebelumnya, dapat memunculkan sisi pengetahuan baru atas obyek komplek yang diamati yang sebelumnya tidak terpikirkan. Faktor keterbatasan indra manusia pada aspek ini tidak dapat dipungkiri. Berbagai aspek penyusun obyek kompleks tidak serta merta dapat dipelajari seluruhnya dalam waktu bersamaan. Keterbatasan indra juga semakin memberikan pemahaman terhadap obyek kompleks sebagai sebuah system. Nalar dan logika dapat difungsikan sebagai penghubung unit-unit system yang ada pada obyek kompleks. Simpulan saya tentang hal ini bahwa keterbatasan indra manusia berperan terhadap perkembangan ilmu yang sekarang ada, khususnya ilmu biologi yang mempelajari obyek kompleks.
Ketika dihadapkan pada sesuatu obyek yang kompleks, maka dalam mempelajarinya adalah dengan menyederhanakan obyeknya. Penyederhanaan ini dikenal dengan reductionist approach. Ditemukannya pendekatan anatomi, maka muncul konsep organisasi dalam mahluk hidup. Secara sederhana, struktur yang dimaksudkan adalah Organisme à Histologi à Biologi sel à Biologi Molekuler. Saat ini perkembangan ilmu biologi pendekatannya telah diarahkan pada pendekatan yang lebih sederhana yaitu organisasi tingkat molekuler. Namun demikian, semakin sederhana pendekatannya justru semakin sulit. Hal yang diperlukan dalam pendekatan biologi molekuler adalah pendekatan alat, ketelitian, dan pengetahuan.
Biologi sebagai ilmu sains adalah sesuatu yang bisa dinalar dan dapat dibuktikan dengan data atau dapat di lihat oleh indra.
Ilmu biologi yang telah mengalami perkembangan dengan pendekatan biomolekuler saat ini dikenal sebagai era biologi modern. Batasan biologi modern atau kekinian mengandung unsur kemajuan, kebaruan, dan perspektif baru yang sebelumnya tidak ada istilah blended (tidak bisa dipisah/bercampur-campur). Modern dapat dipersepsikan sebagai sesuatu yang sebelumnya tidak bisa dilakukan kemudian dapat dilakukan. Sesuatu yang kompleks kemudian dipilah-pilah, menjadi hal yang sederhana, namun hal sederhana tersebut dapat di pilah lagi sehingga dibutuhkan analisis berpikir secara reduksionis. Ketika sesuatu dipelajari lebih fokus maka akan melahirkan sebuah disiplin ilmu, artinya dalam disiplin ilmu terdapat berbagai informasi yang membutuhkan fokus sehingga melahirkan perspektif (sudut pandang) tersendiri.
Pembelajaran biologi mestinya mengembangkan konsep belajar yang dikembangkan dari konsep alam dan bukan mempelajari alam. Alam terdesain dengan sempurna dan kesempurnaan ini yang perlu adopsi oleh manusia dalam pengembangan pembelajaran khususnya biologi. Salah satu kelemahan biologi modern adalah memerlukan biaya yang mahal, hal ini disebabkan obyek biologi modern lebih sederhana yaitu biologi sel dan biomolekuler sehingga diperlukan instrumentasi yang mahal. Biologi modern juga didalamnya terdapat unsur penyederhanaan, fokus, dan reduksionis. Ketika pengamatan obyek biologi difokuskan pada salah satu bagian yang menjadi target, maka unsur-unsur lainnya yang bukan target akan terabaikan, dan sesuatu yang diabaikan dalam biomodern bukan sesuatu yang penting, sebagai akibatnya adalah parsialisme. Parsialisme sebagai kelemahan lain dari biologi modern. Dalam konteks parsialisme, didalamnya ada unsur pengabaian sehingga kehilangan konsep holistiknya. Implikasi lanjutannya adalah banyaknya masalah yang muncul dari hasil kajian biologi modern seperti efek samping, kontra indikasi, dan bahkan tersesat. Salah satu cara untuk menghindari kesalahan adalah selalu rendah hati (humble) dengan belajar dari alam.
Namun hal lain yang muncul dan juga memerlukan klarifikasi adalah bahwa tidak sedikit hasil penelitian yang menggunakan pendekatan biologi modern mengemukakan beberapa asumsi atau bahkan kesimpulan sebuah fenomena biologi. Misalnya tentang keragaman genetik suatu mahluk hidup di sejumlah lokasi. Setelah dilakukan analisis, didalamnya tidak didapatkan suatu struktur genetik, artinya bahwa spesies di sejumlah lokasi tersebut memiliki interaksi gen antara satu dengan lainnya, tetapi sebaliknya ketika terjadi struktur genetik, maka ada sejumlah spesies yang terisolasi secara genetik dengan berbagai pertimbangan baik barrier berupa topografi, maupun aspek fisiologi. Artinya bahwa di satu sisi pendekatan biologi modern pada prinsipnya dapat terus digunakan sebagai pendekatan dalam memecahkan fenomena alam. Fakta empiris lain bahwa keseimbangan alam sudah mulai terjadi pergeseran diantaranya teori Maltus tentang partumbuhan jumlah penduduk dan ketersediaan pangan yg semakin berkurang, munculnya berbagai jenis penyakit, dan perubahan aspek kehidupan lainnya, memerlukan terobosan dalam bidang ilmu pengetahuan. Diyakini bahwa pendekatan melalui bioteknologi dapat mereduksi berbagai masalah-masalah sosial, dan lingkungan yang timbul di masyarakat.   
Bioteknologi dengan pendekatan reduksionis sebagaimana dijelaskan dapat menyebabkan adanya efek samping dan kontra indikasi. Implikasi ini tidak lepas dari keterbatasan indra manusia dalam mengamati dan menganalisa keutuhan sebuah obyek kompleks walaupun sudah lebih disederhanakan. Namun seperti dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa keterbatasan indra manusia menjadi sebab diketahuinya sisi lain obyek kompleks tersebut maupun pengembangan instrument yang digunakan. Efek samping dan kontra-indikasi juga dapat dijadikan sebagai parameter untuk melakukan perbaikan baik dari aspek produk, metode, maupun minimalisasi efek samping dan kontra-indikasi. Kepraktisan, efisiensi, dan produksi masal sebagai bagian dari karakter produk bioteknologi saat ini dibutuhkan untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi manusia walaupun dengan berbagai konsekuensi. Prinsipnya saya juga sepakat dengan pemikiran yang disampaikan oleh pengampuh matakuliah “Biologi modern” tentang aspek-aspek yang dibutuhkan dalam kehidupan manusia yang sekarang ini terkemas dalam produk bioteknologi dalam keadaan alami. Produk yang sifatnya alamiah jauh dari implikasi berupa efek samping, kontra-indikasi atau bahkan menyesatkan. Tetapi kemudian pertanyaannya adalah apakah saat ini tekno-loginya telah siap? Demikian juga dengan sumberdaya yang tersedia untuk menyelesaikan persoalan yang ada di masyarakat. Mungkin yang moderat adalah tetap menjadikan bioteknologi sebagai sandaran dalam mengatasi persoalan manusia dengan selalu melakukan efisiensi sambil mempersiapkan pendekatan baru yang lebih aman dari sisi kepentingan manusia.


Biologi modern adalah sebuah tindakan mencari atau upaya lebih memahami sistem biologi dari satu obyek kompleks yang disederhanakan, tujuannya adalah untuk mudah dipelajari, bisa didiskusikan sehingga diperoleh dan memahami biologi itu sendiri. Biologi modern saat ini berhenti pada tingkat molekul (protein, DNA). Sedangkan konsep atom dan sub atom yang merupakan penyusun materi termasuk didalamnya adalah protein dan DNA belum dibicarakan oleh ilmuwan biologi secara intens. Saat ini konsep atom dan sub atomik lebih banyak dikaji olek ahli fisika quatum. Oleh karena itu diperlukan sebuah penghubung untuk menjembatani dua hal yang mestinya akan saling menguatkan. Maka tercetuslah istilah “nano science”. Nano sains dimaksudkan sebagai penghubung yang mengkaji aspek organisasi biologi tingkat protein dan molekuler dalam perspektif atom dan sub atomik. Pirantinya adalah menguatnya porsi ilmu kimia dan fisika dalam mempelajari biologi. Penguatan ilmu kimia dan fisika akan mempermudah untuk mempelajari biomodern dalam perspektif nano sains.
Sub atom partikel berupa neutron, proton, elektron sebagai penyusun atom, wujudnya tidak ada tetapi medan magnetnya ada. Dalam kajian nano sains ada istilah diamagnetik yaitu aspek dari objek atau bahan yang menyebabkan medan magnet bertentangan/bertolak belakang dengan medan magnet eksternal. jika benda dengan sifat tersebut di letakan di atas medan magnet maka akan mengambang. Perspektif nano sains dalam biologi, nano adalah sesuatu yang sangat kecil (sub atomik) dengan ukuran 1/milyar. Sifat partikel dengan ukuran di atas 100 nm, mengikuti hukum Newton atau terpengaruh oleh gaya gravitasi, memiliki ukuran, berat dan kecepatan gerak yang dapat diukur. Kajian dalam nano sains adalah partikel yang berukuran antara 1 – 100nm. Senyawa protein itu sudah di bawah 100 nano meter. Proses hidup yang terjadi pada tingkat seluler dilakukan oleh benda-benda di dalam sel yang berukuran antara 1-100 nm. Ukuran partikel yang berada di bawah 1 nm, sifatnya sudah mengikuti konsep fisika modern (fisika quantum), bentuknya berupa atom dan sub atom dan kejadiannya bukan peristiwa yang terkait dengan ruang dan waktu. Tahap ini, matematika dapat mendukung ulasan di atas, tetapi statistik lebih sedikit atau bahkan pada tingkat atom semakin tidak ada karena data dalam biomodern semakin pasti dan probabilitas semakin berkurang bahkan tidak ada, sehingga dalam aspek ini dikenal juga dengan low hipotetik. Umumnya yang banyak dimunculkan pada aspek nano sains adalah pemodelan.
Diperlukan suatu instrumentasi yang mendukung untuk mempelajari biologi modern. Instrumen pertama yang berkembang adalah mikroskop, sifatnya artifisial dan fokus. Hal ini belum cukup, karena untuk mendekati sebuah realita maka mesti banyak indra yang dilibatkan. Prinsip kerja mikroskop intinya adalah memperbaiki daya pisah (improving resolusion). Biologi modern sifat/karakternya adalah analitik, reduksi, fokus, dibantu oleh instrumen yang modern, dan parsial. Hasil kerja yang menggunakan biologi modern mesti terstandar dan sama (homogeny) walaupun dikerjakan pada tempat yang berbeda atau dilakukan pengulangan. Sementara di alam variasi adalah sebuah keniscayaan kerena variasi di alam adalah kekuatan kehidupan. Secara ekologi, adanya variasi menyebabkan kestabilan ekosistem. Seperti diuraikan sebelumnya bahwa problem dari system kerja biologi modern adalah parsialisme atau mempelajari bagian dari alam (a part from nature) dan respect to nature. Contoh homogenitas adalah: apel di toko ukurannya homogen baik dari aspek rasa, ukuran, dan warna. Sifat homogenitas ini menyebabkan harga apel menjadi mahal. Sementara di alam apel tidak homogen. Dengan demikian, homogenitas menjadi satu bentuk standarisasi, dan manusia menjadi instrumen. Contoh lainnya adalah pengendalian hama/penyakit, risetnya menggunakan biologi modern. “Penyakit malaria” obat yang terkenal sebelumnya adalah kina, sekarang kina sudah tidak efektif lagi, ini menunjukkan bahwa sistem biologi mengalami perubahan. Hidup adalah survival termasuk didalamnya adalah menghadapi perubahan. Artinya bahwa adanya malaria, produsen obat berlomba-lomba memproduksi varian obat malaria namun demikian adanya perubahan senyawa yang bersifat membunuh plasmodium menyebabkan plasmodium sebagai sebuah sistem hidup mengalami perubahan baik struktur maupun fungsinya sehingga tetap survival sampai saat ini yang ditandai dengan banyaknya kasus malaria.
Sistem yang terbangun di alam umumnya beragam, kompleks, dan survival. Antara satu komponen dengan komponen lainnya membentuk system kerja yang bersinergis. Artinya konsep organisasi dalam obyek biologi berlaku. Adanya pemisahan suatu komponen dari system yang kompleks dapat mengurangi atau bahkan menonaktifkan peran komponen tersebut. Contoh isolasi Deidzein dari bengkoang, yang berfungsi untuk phyto estrogen (kekurangan estrogen), dalam istilah kimia dikenal "Enantiomen" yaitu senyawa organik yg memiliki perbedaan struktur 3 dimensinya sedangkan struktur dua dimensinya sama. Dalam biologi, struktur berhubungan dengan fungsi. Penelitian menunjukkan bahwa kinetika Deidzein berbeda antara senyawa murni (lebih tinggi) dengan air perasan bengkoang baik pada darah, faces, maupun urine pada hewan uji (mencit). Namun fakta lain menunjukkan bahwa secara histologi perbaikan sel pada hewan yang diberikan air perasan bengkoang lebih baik dari pada pemberian Daidzein dalam bentuk senyawa murni. Dalam peristiwa ini, alam telah menunjukkan kesempurnaan dalam hal system kerja sebuah senyawa. Sehingga dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa sebaik-baik sebuah senyawa bioaktif akan berfungsi secara sempurna ketika berada dalam keadaan alamiah. Fakta empiriknya bahwa sesuatu yang berada dalam kondisi alamiah jarang menimbulkan peristiwa efek samping maupun kontra indikasi. Bidang kedokteran juga ada istilah "Risk Factor" dari produk kesehatan yang dihasilkan melalui pendekatan biologi modern, Risk factor muncul sebagai implikasi kerja biologi modern yang fokus dan parsial. Sehingga untuk meminimalisir risk factor maka muncul penetapan dosis, cara penggunaan dan lainnya. Penggunaan yang tidak mengikuti aturan dapat memunculkan risk factor tersebut.
Perkembangan sains memang tidak dapat dielakan, termasuk didalamnya adalah pendekatan yang digunakan untuk memecahkan fenomena sains yang terjadi di alam. Ketika banyak pendekatan yang umum digunakan baik secara induktif deduktif dengan konteks didalamnya adalah analitik maupun pendekatan Biologi modern dengan konteks reduksionime, muncul sebuah pendekatan baru yang dikenal dengan Complekcity Science. Filosofinya adalah melihat proses terbentuknya alam dari sesuatu yang sederhana ke kompleks. Hal ini tentu saja terbalik dengan pandangan manusia dalam memecahkan gejalah alam yaitu dari hal yang kompleks kemudian obyeknya diserderhanakan.
 
Complecity science merupakan pendekatan baru yang tidak mengadopsi pendekatan yang sudah ada. Complecity science prinsipnya adalah merekriet berbagai komponen yang ada dalam wujud yang komplek. Artinya dalam menganalisis/memecahkan masalah alam, obyek yang diamati dibiarkan dalam keadaan kompleks. Contoh temulawak, cara berpikir yang sudah lazim, temulawak sangat baik untuk penyakit hepatitis, pertanyaan selanjutnya adalah apa yang ada dalam temulawak, senyawa bioaktif apa yang terkandung didalamnya, bagaimana strukturnya dan seterusnya. Sedangkan pada pendekatan complecity science, obyek dibiarkan kompleks, instrumen komputasi dapat membantu untuk memahami hal tersebut.
Pandangan sebagaimana lazimnya dalam memecahkan fenomena alam tidak dapat dipungkiri bahwa hal tersebut berkaitan dengan instrument yang mesti digunakan masih terbatas. Orang akan kesulitan ketika sebuah fenomena alam (kompleks) yang saling berhubungan satu dengan lainnya tersebut dapat ditemukan masalahnya dan dipecahkan dalam keadaan utuh sebagaimana adanya tanpa dukungan instrument yang memadai. Hal lainnya juga adalah sudut pandang manusia dalam memandang masalah alam akan memiliki keterbatasan dan persepsi berbeda antara satu dengan lainnya. Pendekatan complecity science yang sekarang ada tidak terlepas dari peran instrument berupa komputasi yang digunakan untuk memahami fenomena alam dalam perspektif yang kompleks.
Mengikuti perkembangan sains bagi setiap orang mungkin akan berbeda, termasuk dalam mengikuti perkembangan pendekatan complecity sains, dalam perkuliahan biologi modern belum jelas apakah pendekatan ini berlaku untuk skala invitro seperti memahami karakter sebuah senyawa bioaktif dalam ekstrak kasar substrat tertentu (seperti contoh sebelumnya)?, atau dapat juga digunakan untuk memecahkan fenomena alam yang lebih besar seperti fenomena ekologi atau fenomena “sosial” (melibatkan interaksi mahluk hidup di dalamnya)?.
Complecity Science tidak dapat diprediksi, yang ada adalah Order and disorder. Flowing energy and materi. Geographical example Membangun lokal relasionship. Materi complecity science memberikan pandangan baru tentang pemahaman fenomena alam. Contoh-contoh fenomena alam selama ini yang belum tercerahkan sedikitnya ada jawaban sementara atas gejalah tersebut seperti terbentuknya tubuh, ekson dan intron pada utas DNA dan fenomena lainnya. Walaupun memiliki peran berbeda (aktif dan non aktif) antara satu dengan lainnya tetapi merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling men-dukung. Olehnya itu peran instrument komputasi dalam memahami fenomena dalam bentuk kompleks sangat penting keberadaannya. Jika hal ini tidak ada dukungan instrument maka sulit untuk memahami fenomena alam menggunakan pendekatan ini. Berdasarkan pendekatan reduksionisme saja misalnya, pemecahan fenomena alam sudah memerlukan keahlian dan instrument yang mahal, apalagi menggunakan pendekatan complecity sains.
Complecity science approach menjadi harapan baru dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Proses analisis yang tetap membiarkan obyek kompleks dalam keadaan seperti apa adanya, menjadi jawaban atas polemik produk-produk bioteknologi yang di dalamnya masih terdapat implikasi baik berupa efek samping maupun kontra-indikasi. Pertanyaannya adalah bagaimana perkembangan complecity science saat ini? Apakah masih sebatas gagasan atau telah diinisiasi dan diaplikasikan untuk kepentingan yang lebih luas? hmmm......mari kita cari bersama fakta-faktanya.

Penulis jenisaja