Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Berkebun Dengan Teknik Hidroponik

Postingan kali ini kita akan membahas tentang hidroponik. Hidroponik memang bukan sesuatu hal yang baru dalam bidang pertanian. Di Indonesia, sistem pertanian sudah lama mengenal sistem hidroponik, tetapi belum terlalu diminati oleh kalangan petani. Hanya sejumlah daerah khususnya di perkotaan yang melakukan sistem ini. Lahan pertanian di Indonesia yang sangat luas dapat menjadi salah satu alasan petani belum menggeluti sistem bertani dengan hidroponik. Tapi okelah, mungin fokus kita bukan itu, yang kita akan bahas kali ini adalah sejumlah hal prinsipil yang perlu dilakukan dalam berkebun dengan teknik hidroponik.
  
Hidroponik muncul sebagai alternatif pertanian pada lahan terbatas. Dengan sistem ini memungkinkan sayuran ditanam di daerah yang kurang subur atau daerah sempit yang padat penduduknya. Pengembangan hidroponik di Indonesia mempunyai prospek yang cerah, baik untuk mengisi kebutuhan dalam negeri maupun merebut peluang ekspor. Bercocok tanam secara hidroponik bisa bermula dari sebuah hobi. Dari hobi inilah diharapkan bisa berkembang menjadi semikomersial dan akhirnya komersial. Hidroponik sangat mungkin dikembangkan di rumah-rumah dengan lahan sempit maupun lahan yang luas untuk tujuan komersil.

Hidroponik ternyata dapat membantu memecahkan beberapa masalah. Masalah struktur tanah dan hara tanah di Kanada dan Kolumbia misalnya, dipecahkan dengan menggunakan medium serbuk gergaji. Hidroponik juga dipakai untuk keperluan khusus misalnya penyediaan sayuran dan buah segar di Kapal selam nuklir, kapal induk dan sebagainya. Pengembangan lebih lanjut telah dicoba di daerah Antartika. Penerapan hidroponik skala komersial di Indonesia baru mulai tahun 1980 di Jakarta untuk memproduksi sayuran dan buah bernilai ekonomi tinggi.

Hidroponik adalah cara budidaya tanpa media tanah; bagian dari pertanian pada kondisi lingkungan terkendali (controlled environment agriculture) dalam rumah kaca atau rumah kasa. Dengan kata lain, hidroponik merupakan suatu sistem budidaya tanaman pada media yang tidak menyediakan unsur hara, dan unsur hara esensial yang diperlukan tanaman disediakan dalam bentuk larutan/nutrisi.

Tanaman yang dibudidayakan secara hidroponik meliputi golongan tanaman hortikultura yang meliputi tanaman sayur, tanaman buah, tanaman hias, pertamanan, dan tanaman obat-obatan. Pada hakekatnya berlaku untuk semua jenis tanaman baik tahunan, biennial, maupun annual. Pada umumnya merupakan tanaman annual (semusim).

Klasifikasi hidroponik berdasarkan media, yaitu :
1. Kultur air : NFT, irigasi tetes, hidroponik terapung.
2. Kultur agregat : pasir, rockwool, arang sekam, kerikil, batu apung.
3. Aeroponik : medium gas.

Beberapa model dasar hidroponik yang biasa dikembangkan di Indonesia yaitu: Wick System (Sistem sumbu), Water Culture (Kultur air/Rakit apung), Ebb and Flow (Pasang surut), Drips System (Irigasi tetes), Nutrient Film Technic (NFT) dan Aeroponik.

Nutrient film technique (NFT)

NFT dikembangkan pertama kali oleh Dr. A.J Cooper di Glasshouse Crops Research Institute, Littlehampton, Inggris pada akhir tahun 1960-an dan berkembang pada awal 1970-an secara komersial. Konsep dasar NFT ini adalah suatu metode budidaya tanaman dengan akar tanaman tumbuh pada lapisan nutrisi yang dangkal dan tersirkulasi sehingga tanaman dapat memperoleh cukup air, nutrisi dan oksigen. Tanaman tumbuh dalam lapisan polyethylene dengan akar tanaman terendam dalam air yang berisi larutan nutrisi yang disirkulasikan secara terus menerus dengan pompa. Daerah perakaran dalam larutan nutrisi dapat berkembang dan tumbuh dalam larutan nutrisi yang dangkal sehingga bagian atas akar tanaman berada di permukaan antara larutan nutrisi dan styrofoam, adanya bagian akar dalam udara ini memungkinkan oksigen masih bisa terpenuhi dan mencukupi untuk pertumbuhan secara normal. Beberapa keuntungan pemakaian NFT antara lain :
dapat memudahkan pengendalian daerah perakaran tanaman, kebutuhan air dapat terpenuhi dengan baik dan mudah, keseragaman nutrisi dan tingkat konsentrasi larutan nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman dapat disesuaikan dengan umur dan jenis tanaman, tanaman dapat diusahakan beberapa kali dengan periode tanam yang pendek, sangat baik untuk pelaksanaan penelitian dan eksperimen dengan variabel yang dapat terkontrol dan memungkinkan untuk meningkatkan produktivitas tanaman dengan high planting density. Namun NFT mempunyai beberapa kelemahan seperti investasi dan biaya perawatan yang mahal, sangat tergantung terhadap energi listrik dan penyakit yang menjangkiti tanaman akan dengan cepat menular ke tanaman lain.

Pada sistem NFT, kebutuhan dasar yang harus terpenuhi adalah : Bed (talang), tangki penampung dan pompa. Bed NFT di beberapa negara maju sudah diproduksi secara massal dan disediakan oleh beberapa perusahaan supplier greenhouse dan pertanian, di Jepang terbuat dari styrofoam, namun di Indonesia belum diproduksi sehingga banyak petani Indonesia memakai talang rumah tangga (lebar 13-17 cm dan panjang 4 meter). Tangki penampung dapat memanfaatkan tempat atau tandon air. Pompa berfungsi untuk mengalirkan larutan nutrisi dari tangki penampung ke bed NFT dengan bantuan jaringan atau selang distribusi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam NFT adalah : kemiringan talang (1-5%) untuk pengaliran larutan nutrisi, kecepatan aliran masuk tidak boleh terlalu cepat (dapat diatur oleh pembukaan kran berkisar 0.3-0.75 L/menit) dan lebar talang yang memadai untuk menghindari terbendungnya larutan nutrisi.

NFT merupakan alat hidroponik sederhana yang bekerja mengalirkan air, oksigen dan nutrisi secara terus-menerus dengan ketebalan arus sekitar 2-3 mm. Tanaman disangga dengan sedemikian rupa sehingga akar tanaman menyentuh nutrisi yang diberikan. Alat dibuat miring dengan salah satu sisi lebih tinggi dari sisi lainnya yaitu sebesar 5% dari panjang alat agar arus dapat mengalir dengan lancar.

Air dan nutrisi yang diberikan tidak akan terbuang percuma karena aliran airnya akan masuk ke bak penampung yang ada dibawahnya setelah itu dipompa kembali ke atas dan dialirkan lagi ke akar tanaman.

Alat-alat yang dibutuhkan:

1. Talang air
2. Pompa akuarium
3. Pipa PVC
4. Sterofoam
5. Busa
6. Ember atau wadah air

Kelebihan alat:
1. Tanaman mendapat suplai air, oksigen, dan nutrisi secara terus-menerus.
2. Lebih menghemat air dan nutrisi.
3. Mempermudah perawatan karena kita tidak perlu melakukan penyiraman.
4. Biaya yang dperlukan relatif murah.

Kekurangan alat:
1. Jika salah satu tanaman terserang penyakit maka satu talang tanaman akan terserang juga, bahkan bisa dalam 1 alat semua menjadi tertular.
2. Alat ini sangat bergantung pada listrik, jika tidak ada aliran listrik maka alat ini tidak bisa bekerja

Hidroponik Sistem Wick
Di antara berbagai jenis sistem hidroponik, cara bertanam hidroponik  sistem Wick adalah jenis yang paling sederhana. Cara bertanam hidroponik Wick sistem sebuah solusi pemberian nutrisi  lewat di media tumbuh melalui Sumbu yang digunakan sebagai reservoir. Sistem ini dapat menggunakan berbagai media tanam, misalnya Perlite, Vermiculite,  kerikil pasir, sekam bakar, dan serat/ serbuk kulit buah Kelapa. Cara bertanam hidroponik ini juga dikenal dengan sistem sumbu.

Media tanam akan terus-menerus basah oleh air dan nutrisi yang diberikan disekitar akar tanaman.

Alat-alat yang dibutuhkan:
1. Media tanam
2. Sumbu
3. Ember atau wadah air

Kelebihan alat:
1. Tanaman mendapat suplai air dan nutrisi secara terus-menerus.
2. Biaya alat yang murah.
3. Mempermudah perawatan karena kita tidak perlu melakukan penyiraman.
4. Tidak tergantung aliran listrik.

Kekurangan alat:
1. Air dan nutrisi yang diberikan tidak akan dapat kembali lagi sehingga lebih boros.
2. Banyaknya jumlah air yang diberikan akan sedikit susah diatur.

Pada cara bertanam hidroponik sistem wick ini sumbu yang digunakan bisa dari sumbu kompor, kapas atau kain bekas. Akar tanaman tidak dicelupkan langsung ke dalam air, melainkan, mereka tumbuh dalam beberapa bahan penahan air seperti rockwool atau sabut kelapa. Cara bertanam hidroponik sistem sumbu adalah pasif, tidak ada energi atau listrik yang  digunakan untuk memberikan solusi nutrisi hidroponik pada tanaman. Ujung sumbu ditempatkan dalam reservoir yang berisi larutan nutrisi. Ujung lain dari sumbu ditempatkan dalam media tanam, lebih dekat ke akar tanaman, untuk lebih jelasnya silahkan lihat gambar. Karena tanaman membutuhkan lebih banyak air dan nutrisi, maka disusun sumbu dan ke penahan air media tanam oleh tindakan kapiler. Dengan demikian tanaman mengambil  larutan nutrisi  dari ujung-ujung sumbu dan media tanam yang terlewati oleh sumbu menjadi lembab.
Hidroponik sistem Wick || Sumber
Pada Hidroponik, ada kebutuhan besar untuk aerasi yang baik. Dalam sistem sumbu hidroponik udara tersedot oleh akar tanaman bersama dengan larutan nutrisi. Sebuah media tumbuh yang memadai juga membantu untuk memastikan bahwa tanaman menerima cukup udara. Dengan sistem hidroponik sumbu, sebagai reservoir akan habis, dapat diisi lagi dengan manual. Hal ini tidak perlu menggunakan pompa seperti yang dilakukan dalam  sistem hidroponik lainya

Floating/Rakit Apung
Floating hidroponic system (FHS) merupakan suatu budidaya tanaman (khususnya sayuran) dengan cara menanamkan /menancapkan tanaman pada lubang styrofoam yang mengapung diatas permukaaan larutan nutrisi dalam suatu bak penampung atau kolam sehingga akar tanaman terapung atau terendam dalam larutan nutrisi. Metode ini dikembangkan pertama kali oleh Jensen (1980) di Arizona dan Massantini (1976) di Italia.

Pada sistem ini larutan nutrisi tidak disirkulasikan, namun dibiarkan pada bak penampung dan dapat digunakan lagi dengan cara mengontrol kepekatan larutan dalam jangka waktu tertentu. Hal ini perlu dilakukan karena dalam jangka yang cukup lama akan terjadi pengkristalan dan pengendapan nutrisi dalam dasar kolam yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Sistem ini mempunyai beberapa karakteristik seperti terisolasinya lingkungan perakaran yang mengakibatkan fluktuasi suhu larutan nutrisi lebih rendah, dapat digunakan untuk daerah yang sumber energi listriknya terbatas karena energi yang dibutuhkan tidak terlalu tergantung pada energi listrik (mungkin hanya untuk mengalirkan larutan nutrisi dan pengadukan larutan nutrisi saja).
Tanaman ditancapkan pada lubang dalam styrofoam dengan bantuan busa (agar tanaman tetap tegak) serta ditambahkan penyangga tanaman dengan tali. Lapisan styrofom digunakan sebagai penjepit, isolator panas dan untuk mempertahankan tanaman agar tetap terapung dalam larutan nutrisi. Agar pemakaian lapisan styrofoam tahan lama biasanya dilapisi oleh plastik mulsa. Dalam gambar juga ditunjukkan adanya bak larutan nutrisi dengan penyangganya, biasanya bak penampung ini mempunyai kedalaman antara 10-20 cm dengan kedalaman larutan nutrisi antara 6-10 cm. Hal ini ditujukan agar oksigen dalam udara masih terdapat di bawah permukaan styrofoam. Untuk otomatisasi dalam FHS tidak berbeda jauh dengan cara untuk pot culture system

Floating system merupakan alat yang paling sederhana karena hanya menggunakan prinsip penggenangan. Akar tanaman diberi genangan air dan nutrisi secara terus-menerus. Untuk kebutuhan oksigen tanaman mendapatkannya melalui airstone yang diletakkan didalam air. Atau bisa juga dengan memberikan pompa Aquarium sehingga air dan larutan nutrisi bisa terus bersirkulasi.
 
Air dan nutrisi yang diberikan akan langsung mengenai akar tanaman secara terus-menerus sehingga tanaman dapat menyerapnya setiap saat.

Alat-alat yang dibutuhkan:
1. Sterofoam
2. Busa
3. Ember atau wadah air

Kelebihan alat:
1. Tanaman mendapat suplai air dan nutrisi secara terus-menerus.
2. Lebih menghemat air dan nutrisi.
3. Mempermudah perawatan karena kita tidak perlu melakukan penyiraman.
4. Membutuhkan biaya yang cukup murah.

Kekurangan alat:
1. Oksigen akan susah didapatkan tanaman tanpa bantuan alat (airstone).
2. Akar tanaman akan lebih rentan terjadi pembusukan.

MEDIA TANAM HIDROPONIK
Media tanaman hidroponik yang ideal untuk tanaman harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  • Bersifat poros atau mudah membuang air yang berlebihan;
  • Berstruktur gembur, subur dan dapat menyimpan air yang cukup untuk pertumbuhan tanaman;
  • Tidak mengandung garam laut atau kadar salinitas rendah;
  • Keasaman tanah netral hingga alkalis, yakni pada pH 6 – 7;
  • Tidak mengandung organisme penyebab hama dan penyakit;
  • Mengandung bahan kapur atau kaya unsur kalsium.
Media tanam hidroponik bermacam-macam. Beberapa yang dapat digunakan   antara lain arang sekam, pasir, zeolit, rockwoll, gambut (peat moss), dan serbuk sabut kelapa. Persyaratan terpenting untuk mediatanaman hidroponik harus ringan dan porus sehingga mampu melarutkan nutrisi  dengan baik.  Tiap media mempunyai bobot dan porositas yang berbeda.  Oleh karena itu, dalam memilih media tanaman hidroponik sebaiknya dicari yang paling ringan dan yang mempunyai porositas baik.

BENIH
Pemilihan benih adalah sangat penting sekali sebagai tolak ukur produktifitas budidaya hidroponik. Hal ini bisa dimengerti, karena produktifitas tanaman tergantung pula terhadap keunggulan jenis benih/bibit yang kita tanam. Pada sekala usaha yang besar, pemilihan atas komoditi atau jenis tanaman yang akan di tanam harus dipikirkan terhadap pemasaran produk yang akan dihasilkan. Dengan varietas yang unggul dan sesuai dengan permintaan pasar, di harapkan pengusaha/petani dapat berproduksi dengan optimal tanpa kesulitan tarhadap pemasarannya.

PEMBIBITAN
Siapkan wadah berbahan plastik, bambu, atau apapun, boleh ada lubang atau tanpa lubang.
  • Isi dengan media yang mampu menahan air namun strukturnya remah (arang sekam, pasir, rockwool dll)
  • Basahi dengan air secukupnya jangan sampai menggenang
  • Taburkan benih secara bergaris, secukupnya sesuai yang diperlukan dan usahakan jangan sampai bertumpuk
  • Basahi benih (disiram/semprot perlahan)
  • Letakkan di tempat kena cahaya sampai 14 hari
  • Pisahkan bibit satu persatu ke tempat lain yang berisikan media yang sama, boleh ke plastik kecil atu ke wadah lain yang lebih besar
  • Bisa mulai disiram nutrisi
  • Setelah 21 hari bisa mulai dipindah ke alat hidroponik
NUTRISI HIDROPONIK
Pembuatan nutrisi hidroponik ini menggunakan Teknik haogland II sebagai dasarnya yang kemudian dikembangkan lagi dan telah teruji di lapangan dengan hasil yang baik. Untuk membuat nutrisi ini dibutuhkan beberapa senyawa yang mengandung unsur-unsur hara essensial yang dibutuhkan oleh tanaman.

Menurut Sutiyoso (2009) untuk sayuran daun digunakan EC 1,5-2,5. Pada EC yang terlampau tinggi, tanaman sudah tidak sanggup menyerap hara lagi karena telah jenuh. Aliran larutan hara hanya lewat tanpa diserap akar. Batasan jenuh untuk sayuran daun adalah EC 4,2. Di atas angka tersebut, pertumbuhan tanaman akan stagnan. Bila EC jauh lebih tinggi maka akan terjadi toksisitas atau keracunan dan sel-sel akan mengalami plasmolisis.
 
Berikut merupakan cara pembuatan larutan nutrisi hidroponik untuk menghasilkan larutan nutrisi 1000 liter

Komposisi Pekatan A
Kalsium nitrat: 1176 gram
Kalium nitrat: 616 gram
Fe EDTA: 38 gram

Komposisi B
Kalium dihidro fosfat: 335 gram
Amnonium sulfat: 122 gram
Kalium sulfat: 36 gram
Magnesium sulfat: 790
Cupri sulfat: 0,4 gram
Zinc sulfat: 1,5 gram
Asam borat: 4,0 gram
Mangan Sulfat: 8 gram
Amonium hepta molibdat: 0,1 gram

Kemudian melarutkan tiap-tiap komposisi A maupun B dengan air hingga 20 liter (bukan ditambah air 20 liter). Aduk hingga larut. Pekatan A dan pekatan B masing-masing 20 liter siap digunakan.
 
Membuat larutan siap pakai:

Jika ingin membuat larutan sebanyak 20 liter, tuangkan pekatan A dan pekatan B masing-masing 0,6 liter. Tambahkan air sebanyak 18,8 liter kemudian diaduk. Dengan demikian larutan siap digunakan. Larutan tersebut memiliki EC 2,2 mS/cm.

ELECTRO CONDUCTIVITY (EC)
1. EC menggambarkan konsentrasi unsur hara yang terlarut dalam nutient.
2. Setiap unsur hara mempunyai muatan listrik (kation ke anoda dan anion ke katoda)
3. Tanaman kecil 1mS/cm 1mmho 10cF
4. Tanaman medium 1,5mS/cm
5. Tanaman besar 2mS/cm
6. Tanaman fase generatif 2,5-3,5mS/cm
7. Konsentrasi > 3,5 akan phitotoxic
8. ECmeter dapat digantikan oleh TDS (total dissolved solution)
9. 1mS/cm setara dengan 700 ppm dalam TDS

HAMA  DAN PENYAKIT TANAMAN
Hama dan penyakit juga memegang peranan penting dalam berbudidaya tanaman baik hidroponik maupun non hidroponik, hama penyakit ini perlu diantisipasi lebih awal dengan pengamatan rutin seperti halnya dengan pengecekan pH maupun EC.

Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan dengan penyemprotan dengan pestisida kimia maupun biologi (Bio Pestisida).

BIOPESTISIDA
Bio pestisida adalah penggunaan pestisida dengan bahan baku utama mikroorganisme. Contoh bakteri, virus, dan cendawan. Berbeda dengan hama yang merugikan petani, pasukan biopestisida ini bertugas menyerang hama tertentu. Hama yang terkena semprotan biopestisida ini akan terhambat perkembangannya bahkan bisa mati. Namun demikian dalam penggunaannya memerlukan lingkungan khusus.
 
Contoh biopestisida ini adalah:
  • Cendawan Verticillium lecani digunakan untuk mengendalikan kutu putih, aphids, thrips, dan mites. Tak hanya itu sejenis nematoda yang disebut larvanem juga banyak dipilih untuk mengontrol larva black vine dan kutu kebul.
  • Bacillus thuringensis (Bt) adalah jenis paling populer yang banyak digunakan untuk mengendalikan ulat pemakan daun di sayuran dan buah-buahan.
  • Virus Se NPV Ulat grayak pada bawang
  • Virus Sl NPV Ulat grayak pada cabe, kacang dan tembakau
  • Gliocladium sp Jamur Fusarium, Phytopthora
  • Trichoderma Jamur Fusarium, Phytium
  • Corynebacterium  mengendalikan penyakit pathek/antraknose pada cabe,  embun tepung pada  tanaman hortikultura, Xanthomonas pada tanaman padi, bercak daun pada bawang merah
PESTISIDA NABATI
Adalah pestisida yang bahan baku pembuatannya diambil dari berbagai tanaman dan hewan. Kelebihan dari pestisida berbahan baku nabati antara lain: Mengalami degradasi/penguraian yang cepat oleh sinar matahari. Memiliki efek/pengaruh yang cepat, yaitu menghentikan nafsu makan serangga walapun jarang menyebabkan kematian.

Toksitasnya umumnya rendah terhadap hewan dan relatif lebih aman pada manusia (lethal dosage (LD) >50 Oral). Memiliki spektrum pengendalian yang luas (racun lambung dan syaraf) dan bersifat selektif. Dapat diandalkan untuk mengatasi OPT yang telah kebal pada pestisida sintetis. Phitotoksitas rendah, yaitu tidak meracuni dan merusak tanaman.

Kelemahan penggunaan pestsida nabati sebagai berikut : Cepat terurai dan aplikasinya harus lebih sering. Daya racunnya rendah (tidak langsung mematikan serangga/ memiliki efek lambat). Kapasitas produksinya masih rendah dan belum dapat dilakukan dalam jumlah massal (bahan tanaman untuk pestisida nabati belum banyak dibudidayakan secara khusus). Ketersediaannya di toko-toko pertanian masih terbatas.

Untuk menanggulangi serangan berbagai jenis hama pada tanaman sayuran dapat dibuat insektisida sebagai berikut;

Sediakan 100 ml air cucian beras yang pertama, 100 ml alkohol 30 – 35%, molase/tetes atau gula 100 ml/0.5 ons, Em 100 ml, 100 ml Cuka 40%. Semua bahan dimasukkan ke dalam wadah yang ditutup rapat. Setiap pagi dan sore hari dikocok, setelah selesai mengocok, tutup dibuka agar supaya oksigenya keluar. Setelah 15 hari pengocokan dihentikan. Diamkan 6 hari lagi tanpa dikocok. Ini merupakan larutan pertama.

Rajang limbah cengkih, serei, jahe, kunyit, temulawak dan bawang putih. Campuran ini setelah ditumbuk dimasukkan kedalam 1 lt air cucian beras yang pertama. Setelah itu diberi molase 30 cc/l air. Tutup rapat-rapat, setiap hari dikocok selama 21 hari. Ini sebagai larutan kedua.

Untuk pemakaian campurkan larutan pertama dan kedua dengan perbandingan seimbang. Untuk penyemprotan 10 cc larutan/ 1 liter air.

disadur dari berbagai sumber

SUMBER